
Cinta dan benci ada dua jenis. Pertama adalah cinta kerana sebab-sebab duniawi seperti paras rupa, kekayaan, kedudukan, pujian dan sebagainya. Apabila seseorang memuji kita, kita mencintainya dan apabila seseorang mencela kita, kita membencinya. Cinta dan benci jenis pertama ini lazim berlaku dalam kehidupan keseharian kita.
Pada kesempatan ini, saya ingin perkenalkan para pembaca kepada cinta dan benci jenis kedua yang mungkin jarang berlaku dalam kehidupan harian kita. Ia adalah cinta dan benci kerana Allah s.w.t.. Cinta kerana Allah adalah apabila kita mencintai seseorang disebabkan dia mentauhidkan Allah dan mengikuti risalah Islam yang dibawa oleh Rasulullah s.a.w.. Manakala benci kerana Allah adalah apabila kita membenci seseorang disebabkan kekurangan atau keingkarannya dalam mentauhidkan Allah dan mengikuti risalah Islam yang dibawa oleh Rasulullah s.a.w..
Jika kita memiliki perasaan cinta dan benci karena Allah sebagaimana yang saya sebut di atas, maka ia adalah tanda kesempurnaan dan kemanisan iman yang terkandung dalam diri. Rasulullah s.a.w. bersabda, maksudnya: “Barangsiapa yang mencintai karena Allah, membenci karena Allah, memberi karena Allah dan menolak karena Allah, maka telah sempurnalah imannya.” [Shahih Sunan Abu Daud, no: 4681]
Dalam sebuah hadis yang lain baginda menerangkan: “Tiga perkara, sesiapa yang memilikinya dalam dirinya maka dia akan merasa kemanisan iman: (1) Bahawasanya Allah dan Rasul-Nya lebih dicintainya berbanding selain kedua-duanya, (2) Bahawasanya dia mencintai seseorang, tidaklah dia mencintai orang itu melainkan karena Allah dan (3) Bahawasanya dia membenci seandainya dia kembali kepada kekafiran setelah Allah menyelamatkannya, sebagaimana dia membenci untuk dilemparkan dalam neraka.” [Shahih al-Bukhari, no: 6941]
Cinta dan benci karena Allah bukanlah perasaan semata-semata, tetapi ia adalah gerak hati yang dibuktikan dengan perbuatan. Cinta kerana Allah terhadap seseorang, yakni terhadap seorang Muslim, minimum dibuktikan dengan mengucapkan salam dan menampakkan wajah yang manis apabila saling bertemu. Ini dilakukan tanpa membedakan apakah Muslim tersebut kita kenal atau tidak, orang Indonesia, Malaysia, atau Bangladesh, bangsa Melayu atau Cina, berpakaian jubah atau baju T-shirt.
Rasulullah s.a.w. bersabda: “Tidaklah kalian akan memasuki syurga sehinggalah kalian beriman dan tidaklah kalian beriman sehinggalah kalian saling mencintai. Maukah aku tunjukkan kepada kalian sesuatu yang jika kalian lakukan nescaya kalian akan saling mencintai? Sebarkanlah salam di antara kalian.” [Shahih Muslim, no: 54] “Janganlah engkau meremehkan sedikit juga daripada perbuatan baik, sekali pun sekadar engkau menampakkan wajah yang manis kepada saudara engkau.” [Shahih Muslim, no: 2626]
Seterusnya cinta kerana Allah dilanjutkan kepada sikap setia, membela, menyimpan rahsia, menutup aib, memuliakan, menghormati dan senantiasa akrab di antara sesama umat Islam
Ada dua perkara penting berkenaan dengan cinta dan benci karena Allah yang perlu kita ketahui. Pertama, ia tidak berada pada tahap yang sama, tetapi berbeda-beda lagi dinamik. Cinta kerana Allah bertambah dan berkurang, mengikut kadar kemurnian tauhid seseorang dan kesungguhannya dalam mengikuti sunnah Rasulullah. Contohnya, cinta kita kepada seseorang yang kuat dalam berpegang kepada sunnah Rasulullah adalah lebih tinggi berbanding cinta kita kepada seseorang yang sederhana dalam berpegang kepada sunnah Rasulullah. Demikian juga, benci karena Allah bertambah dan berkurang, mengikut kadar keingkaran seseorang terhadap Allah dan Rasulullah.
Kedua, cinta dan benci karena Allah terhadap seorang Muslim dapat berlaku serentak. Perkara ini juga lazim berlaku dalam cinta dan benci atas sebab-sebab duniawi. Izinkan saya beri satu contoh. Saya yakin di kalangan para pembaca semuanya mencintai kelinci yang lucu.
Nah! Katakanlah pada satu hari kelinci yang kita cintai memecahkan gelas di rumah. Di sini cinta dan benci berlaku serentak. Kita mencintai kelinci tersebut tetapi dalam waktu yang sama kita membenci tindakannya yang memecahkan gelas kesayangan kita. Maka atas sebab benci, kita mencegah kelinci tersebut dari perbuatannya. Namun atas sebab cinta, pencegahan tersebut kita lakukan dengan penuh lemah lembut dan belaian kasih sayang yang istimewa.
Demikianlah juga cinta dan benci karena Allah yang berlaku serentak terhadap seorang Muslim. Katakan kita memiliki sahabat yang Muslim, tetapi lalai dalam mendirikan sembahyang. Di sini cinta dan benci karena Allah berlaku serentak, dimana kita mencintainya karena dia seorang Muslim tetapi membenci tindakannya yang tidak disiplin dalam mendirikan sembahyang lima kali sehari. Maka atas dasar benci karena Allah, kita memberi nasihat kepadanya. Namun atas dasar cinta karena Allah, nasihat tersebut kita berikan dalam suasana tertutup, hikmah dan penuh etika serta dengan cara bertahap.
Cinta dan benci karena Allah secara serentak perlu kita fahami dengan baik dan terperinci. Ini karena pada masa kini berlaku fenomena seseorang itu membenci seorang Muslim yang lain secara keseluruhan semata-mata karena satu dua kekurangan atau kekhilapan yang dilakukan oleh Muslim tersebut. Ada juga yang hanya mencintai orang-orang yang berada dalam jamaahnya dan membenci orang-orang yang berada dalam jamaah lain, sekali pun semuanya adalah Muslim. Semua ini bukanlah cinta dan benci kerana Allah, tetapi cinta dan benci karena hasutan syaitan dan hawa nafsu.
Oleh karena itu marilah kita melatih diri untuk mencinta dan benci kerana Allah. Cinta dan benci tersebut hendaklah kita buktikan dengan perbuatan yang adil, tepat dan bermanfaat. Pada Hari Akhirat kelak, Allah akan bertanya : “Di manakah orang-orang yang saling mencintai kerana aku? Pada hari ini Aku akan menaungi mereka di bawah naungan-Ku, di hari yang tiada naungan kecuali naungan-Ku.” [Shahih Muslim, no: 2566]
Tidakkah kita ingin berada di bawah naungan Allah pada Hari Akhirat kelak? Jika begitu tunggu apa lagi? Mari kita bercinta sayang...! Mari kita bercinta karena Allah!
Oleh Muhammad Solihin S
No comments:
Post a Comment